Tuesday, May 21, 2013

Cerpen ke-5ku, Beautiful Gift



Setelah berjalan kurang lebih 20KM, Ridwan bingung apa yang sebenarnya telah terjadi di dunia ini. Segalanya telah berubah, apapun yang dilihatnya sepanjang perjalanan, dia merasa berada di dunia lain.  40 tahun mendekam di penjara, membuatnya benar - benar terisolasi dengan dunia luar. 

23 September, adalah hari kelahirannya dan juga saat ini bersamaan dengan hari kebebasannya dari penjara. Entah mengapa dia teringat saat berumur 8 tahun keluarganya  merayakan ulang tahunnya dengan begitu meriah. Namun sekarang, dia hanya merasa kesepian di tengah dunia yang hampir tak dikenalnya.

1980, saat umurnya 20 tahun, Ridwan merantau ke Ibukota untuk mencari penghasilan apapun itu demi mengobati Ibunya yang sakit di desanya yang terletak sangat terpencil. Dia tidak tahu bagaimana itu Ibukota, yang ada dalam gambarannya Ibukota adalah kota metropolitan yang menyediakan segudang pekerjaan.Meski dia tidak dapat membaca dengan lancar dan berbahasa Indonesia dengan benar, apapun itu tekadnya ke Ibukota sudah bulat.

Setelah 3 hari berada di Ibukota dan lelah mencari pekerjaan yang tak kunjung dia temui, suatu sore yang diselimuti awan mendung dan hujan lebat, dia berteduh di suatu lorong yang kecil dan pengap diapit diantara dua bangunan yang sedang direnovasi. Keadaan sangat sepi saat itu, hingga mendadak muncullah sebuah mobil jeep yang mengerem mendadak dan melemparkan sebuah anak kecil keluar dan langsung meninggalkannya. Melihat sesuatu yang tidak lazim, Ridwan mendatangi anak tersebut dan menggendongnya dari genangan air yang dipenuhi lumpur. Anak teresebut adalah seorang perempuan, dan Ridwan melihat sebuah kebiadapan yang telah dilakukan seseorang terhadap anak perempuan itu.

Seketika itu juga Ridwan membawa anak tersebut masuk ke dalam gedung yang sedang direnovasi untuk berteduh. Kondisi anak tersebut sangat mengenaskan, kedua bola matanya hilang, dia menangis, tapi menangis darah. Ada sebuah jahitan pada punggung kirinya. Paha dan tungkainya berlumuran darah yang mengalir dari alat kelaminnya. Ridwan mencoba menenangkannya dengan membelai rambut anak tersebut. Tapi upayanya tidak membuahkan hasil, anak tersebut semakin menjerit merasakan penderitaan yang dialamainya. Jeritan keras anak tersebut mendatangkan seorang satpam bangunan yang sedang berjaga. Melihat Ridwan dan anak tersebut, sang satpam memanggil polisi dan Ridwan akhirnya dibawa ke kantor polisi untuk dimintai keterangan.

Karena takut, gugup dan berbahasa Indonesia tidak lancar, serta tidak adanya saksi lain saat penemuan anak tersebut, situasi tersebut mendatangkan masalah saat dirinya diinterogasi. Belum selesai interogasi, Ridwan mendapat kabar bahwa anak tersebut meninggal saat penanganan di rumah sakit. Sebetulnya anak tersebut bisa menjadi saksi bahwa Ridwan tidak ada sangkut pautnya dengan masalah yang menimpa dirinya jika anak tersebut sudah sembuh nantinya. Meski tidak bisa melihat, namun anak tersebut mungkin bisa memberikan keterangan lewat pendengaran identifikasi suara Ridwan saat menemukannya. Namun kini jalan sudah menjadi buntu, Polisi menetapkan Ridwan sebagai kurir organisasi penculikan anak yang tugasnya membuang anak yang menjadi korban penculikan setelah anak tersebut dieksplotasi. Karena pada tahun itu marak penculikan anak dan pengambilan organ tubuh, yang setelah itu sang anak biasanya dibuang di tempat yatim maupun panti - panti asuhan oleh kurir oraganisasi dengan keadaan sangat mengenaskan. 

Ridwan mendapatkan pasal berlapis, selain menjadi terdakwa terlibat organisasi penculikan anak, dia juga mendapat jeratan hukum pemerkosaan, karena saat anak perempuan tersebut divisum setelah meninggal, dalam keterangan menyebutkan bahwa anak tersebut juga mengalami tindak perkosaan yang tidak lazim. Orang tua korban mengajukan hukuman seumur hidup kepada Ridwan dan menuntut polisi mengusut organisasi yang membuat putri mereka tewas sampai ke gembong - gembongnya, namun pengadilan memutuskan hukuman 50 tahun kepada Ridwan, karena perilaku baiknya saat berada di dalam penjara, hukumannya dikurangi 10 tahun.

23 September 2020, saat ini memang cuaca cerah. Ridwan yang kini berusia 60 tahun berjalan dengan langkah yang agak berat karena faktor usia di trotoar di samping jalan raya. Dia hanya membawa sebuah tas ransel berisi pakaian.  Sejenak dia memandangi aneka mobil yang tanpa menggunakan roda yang bersliweran di jalan raya  seperti semut. Lalu - lalang kereta monorail yang ada di atas seakan membuatnya takjub. Ridwan memang pernah melihat semua ini di dalam televisi penjara, namun ketika berhadapan - hadapan langsung, dia benar - benar takjub dengan perubahan dunia.

Selepas meninggalkan penjara, tujuannya saat ini adalah menuju Bank Sosial yang ada di pusat kota. Pemerintah menjamin uang makan untuk setiap mantan narapidana yang keluar dari penjara diatas umur 50 tahun. Dengan menunjukkan kartu registarsi yang dimilikinya, dia akan mendapatkan jaminan uang makan di sisa hidupnya. Kendala yang dihadapinya adalah dia tidak tahu dimana letak Bank Sosial. Disepanjang perjalanannya dia melihat banyak orang sibuk dengan sesuatu yang mereka genggam, sebuah lempengan kaca yang mampu menampilkan beragam aktifitas di dunia. Ridwan kurang begitu mengikuti teknologi, yang dia dengar - dengar alat tersebut adalah multismartphone yang berteknologi nano dan dintegrasikan dengan jaringan cloud dunia yang dibenamkan sistem operasi yang muthakir.

Ketika dia mengajak seseorang untuk berbicara, kebanyakan orang - orang menghindarinya. Ridwan paham kenapa orang - orang menghindarinya, mungkin penampilannya yadng norak di tahun modern ini dan juga bisa disebut Ridwan adalah seorang gelandangan karena dia tak mempunyai rumah maupun kelurga di Ibukota. Meski begitu, ada seorang mahasiswa yang baik hati mau menolongnya. Ketika Ridwan menanyakan mengenai alamat Bank Sosial, si mahasiswa itu tidak menjawab, namun mengoperasikan multi-smartphonnya sejenak, tak lama mahasiswa itu mengeluarkan kotak portabel dari dalam tasnya dan hal aneh terjadi, kotak itu mengeluarkan sinar, membentuk sebuah pola, dan jadilah kertas peta yang menunjukkan dimana letak Bank Sosial berada. Saat Ridwan menerimanya, dia menanyakan kotak apa itu. Melihat kotak itu, dia teringat film doraemon yang dilihatnya saat dirinya remaja di pasar malam di alun - alun desa-nya, karena di rumah, dia tidak mempunyai TV. Si mahasiswa itu hanya menjawab itu adalah print 3D portable, meski dengan ekspresi wajah keheranan.

Berdasarkan peta yang dibawanya, Ridwan menelusuri setiap jalan yang seperti tertera dalam peta. Ternyata, setelah berfikir sejenak, perjalanan memang masih jauh. Keringatnya sudah bercucuran, hingga kini dia lebih sering melakukan kebiasaan mengusap keningnya. Rasa haus dan lapar melandanya, namun mau bagaimanapun dia harus tetap mengunjungi Bank Sosial jika dia ingin makan dan minum. 

Hingga pada akhirnya dia menemukan sebuah tempat yang aneh berada didepannya. Di tempat itu, para remaja berdatangan dengan pakaian yang serba aneh. Yang lelaki memakai anting, tindik, badan yang penuh tatoo, hampir sama dengan teman - teman preman di sell saat dia dipenjara, sedang yang wanita berdandan dengan pakaian yang serba minim. Entah apa yang terjadi dengan dunia, di jamannya, saat didesa, tak ada yang pernah memakai mode pakaian dan gaya yang baginya menjijikkan seperti itu. Selain itu, dia juga melihat beberapa anak muda sesama jenis datang bergandengan dengan mesranya dan memasuki tempat itu. Ketika mendongak ke atas, sebuah plang digital bertuliskan" Heaven Hall" dengan memuat gambar tak senonoh mendeskripsikan bahwa tempat itu adalah surga yang bisa dibeli di dunia ini. Penasaran dengan tempat itu, dia melangkah untuk setidaknya mengintip dari luar pintu masuk seperti apa didalamnya. Namun ketika sampai di depan pintu, sebuah mobil mewah berhenti. Sejenak dari dalam pintu utama Heaven Hall keluar beberapa orang berbadan kekar dan langsung mendorong Ridwan untuk menyingkir, sehingga membuatnya terjatuh. Salah seorang bertubuh kekar dan dipenuhi tatoo membukakan pintu mobil itu dan menuntun seseorang yang memakai setelan jas rapi untuk masuk ke dalam. Sebelum orang berpakaian jas rapi itu memasuki pintu, ada dua wanita cantik yang tiba - tiba muncul merangkulnya, seolah - olah mereka berdua adalah selir - selirnya yang cantik.

Ridwan tahu siapa orang bersetelan jas rapi yang baru saja memasuki tempat itu. Dalam kesehariannya di dalam penjara, Ridwan sering mendengarkan acara di TV mengenai debat para dewan pemerintahan yang selalu mengoceh mencari solusi untuk kemakmuran, kesejahteraan, keadilan rakyatnya. Orang yang dilihatnya barusan adalah seseorang yang selalu berbicara mengenai keadilan bagi rakyatnya. Anggota dewan pemerintahan yang mempunyai andil dalam merancang undang - undang hukum. Selama melihat acara yang bernarasumber orang tersebut dalam penjara, Ridwan sempat mengidolakannya. Dia berandai - andai bahwa jika dulu orang tersebut ada  saat dirinya terkena kasus, maka hukum tak akan mempenjarakannya. Namun setelah melihatnya mengunjungi tempat seperti itu, Ridwan merasa jijik dengan orang tersebut. Dia merasa kepercayaan terhadap orang tersebut telah dikhianati. Ridwan tahu bahwa orang tersebut sudah mempunyai keluarga, dalam acara kekeluargaan di televisi, orang tersebut pernah mengungkapkan bahwa kesetiaan adalah kunci membina rumah tangga yang abadi dan mengurangi tindakan kriminal akibat kasus rumah tangga. Namun sekarang, bagi Ridwan itu semua adalah omong kosong.

Sekarang Ridwan bersandar di salah satu lampu jalan yang membentang di pinggir trotoar tak jauh dari Heaven Hall. Selain haus, capek, badannya yang renta juga sedikit sakit setelah dijatuhkan orang - orang bertubuh kekar tadi yang mungkin saja mereka adalah preman yang menjadi keaman di tempat terkutuk itu. Hatinya pedih saat ini melihat dunia yang sudah berubah di luar akal sehat. Dia beranggapan mengapa orang bersetelan rapi yang menjabat anggota dewan pemerintahan seperti itu tidak dipenjara saja, mengapa harus dirinya yang bernasib buruk yang harus mendekam di penjara selama ini. Jika orang seperti itu saja berkeliaran bebas, maka apa arti dirinya sebagai mantan narapidana yang tua rentan di dunia ini. Dia juga bingung ingin mencari kerja apa di usia yang senja. Ingin kembali ke desanya juga takut menanggapi bagaimana reaksi keluarga- keluarganya yang sekiranya masih hidup mengenai dirinya yang meninggalkan ibunya di saat sakit dengan alasan mencari kerja di Ibukota, meski pendapat mereka semua adalah salah paham besar, namun pembelaan apapun juga mungkin tak akan berhasil untuk menyadarkan keluarganya jika dirinya mengalami musibah yang buruk saat merantau. Yang Ridwan lakukan selama di penjara setiap malam adalah berdoa memohon pengampunan kepada Ibunya dan Tuhan. Dia tahu ibunya sudah meninggal, dan berharap ibunya mengerti keadaan dirinya dari alam sana.

Semakin lama dia berfikir, semakin Ridwan merasa seolah - olah hidupnya tak berarti di dunia ini. Dan entah bisikan apa yang merasuk di kupingnya sehingga tersersit kata - kata MATI. Dalam pikirannya yang bingung, kata Mati seolah - olah menjadi jalan keluar yang utama. Dengan MATI dirinya tak akan lagi menanggung derita di dunia ini. Dengan MATI dia juga akan bertemu dengan Ibunya dan bisa bersujud sepuasnya di kedua kakinya. Pemikiran - pemikiran kacau itu membuatnya membulatkan tekad untuk mengakhiri hidupnya saat ini juga. Saat ini, sambil masih berdiri di samping lampu tiang listrik di dekat Heaven Hall, Ridwan sedang menunggu jikalau ada sebuah mobil dengan kecepatan tinggi akan melintas didepannya, dia siap - siap ingin melempar tubuhnya di depan mobil itu. Tekadnya sudah bulat untuk mati, dan dia sudah siap untuk mati secara mengenaskan ditabrak oleh sebuah mobil. Bagaimanapun caranya tewas, toh juga tidak ada seorang pun yang akan menangisinya. 

Ketika itu, matanya tak sengaja menangkap di seberang jalan ada sebuah anak kecil perempuan yang sedang duduk bersila di lantai trotoar jalan,badannya  bersandar ke salah satu dinding bangunan dibelakangnya. Pandangan anak perempuan itu mengarah kebawah sehingga wajahnya tak kelihatan. Tangannya membawa sebuah gelas plastik kosong. Anak perempuan terlihat sangat lesu. Tidak bertenaga. Anak perempuan itu sedang mengemis. Berharap ada seseorang yang lalu-lalang didepannya menunjukkan rasa kasihannya dengan memberikannya sejumlah uang berapapun itu nilainya akan sangat penting  bagi dirinya. Namun apa yang dilihat Ridwan adalah tak seorang pun yang menghiraukannya. Kebanyakan orang lebih asyik berjalan dengan memandangi sesuatu yang lebih berharga di genggamannya daripada menghiraukan nasib seseorang. Pemandangan itu sangat memilukan bagi Ridwan. Tak sadar, tangannya sudah merogoh ke gocek kantongnya. Memang ada beberapa lembar uang pemberian dari penjara setelah dia dibebaskan tadi untuk sekedar jaga - jaga, dan Ridwan berfikir daripada uang ini  dibawanya mati dan menjadi tak berguna, lebih baik dia serahkan semua kepada anak malang tersebut. Rasa kasihannya dilandaskan atas apa yang pernah terjadi kepada anak perempuan yang menjadi korban penculikan yang pernah ditemukannya meski itu menjadi malapetaka baginya, namun dia merasakan penderitaan di setiap jeritan anak tersebut. Ridwan tidak ingin anak perempuan pengemis tersebut juga menderita seperti anak perempuan sebelumnya.

Ketika keadaan jalan sudah agak sepi, Ridwan dengan langkah berat berjalan untuk menyebrangi jalan raya menuju ke troatar di depannya. Saat sudah beberapa langkah beranjak dari tiang lampu listrik, sang anak kecil pengemis perempuan tadi menengadahkan wajahnya memandang Ridwan. Entah mengapa, langkah kaki Ridwan menjadi berat. Mendadak dia berhenti seperti patung saat pandangannya bertatap muka dengan anak tersebut dari kejauhan. Entah dia gila atau tidak yang dilihatnnya sekarang adalah anak perempuan yang 40 tahun lalu ditemukaan dengan keadaan mengenaskan. Melihat anak korban penculikan tersebut dihatinya yang tergambar adalah jeritan - jeritan saat anak tersebut menahan rasa sakit dan penderitaan yang luar biasa. Namun berangsur angsur entah mengapa di hatinya timbul rasa kebahagiaan yang selama ini tidak pernah dia rasakan. Anak tersebut, tersenyum kepadanya. Anak itu membelai rambutnya sendiri, mengingatkannya bahwa Ridwan pernah berkali - kali membelainya saat dirinya ingin mencoba menenangkan jerit tangisnya 40 tahun lalu. Di saat yang bersamaan ada sebuah truck yang berjalan dengan kecepatan tinggi tidak stabil karena pengendaranya mabuk. Truk itu dengan beringasnya menabrak tiang lampu listrik yang sudah ditinggalkan oleh Ridwan dan berlanjut menabrak Heaven Hall. Truk itu ternyata mengangkut bensin dan terjadilah ledakan yang luar biasa hebatnya.

Ledakan yang dasyhat itu memaksa tubuh Ridwan jatuh ke aspal. Sambil memandangi apa yang terjadi di belakangnya , dirinya seolah - olah tak percaya bahwa hanya ditinggal beberapa langkah saja, tiang lampu listrik yang berada di belakangnya dan Heaven Hall sudah hancur dan terbakar. Dia mendengar beratus - ratus teriakan yang memilukan dari dalam Heaven Hall. Teriakan ini, dirasakannya lebih menderita dari jeritan sang anak perempuan 40 tahun silam. Jika saja dirinya tidak beranjak dari tiang lampu listrik itu, maka nyawanya sudah melayang. Namun aneh juga jika dia berfikiran seperti itu, bukannya dirinya beberapa menit yang lalu berharap untuk bunuh diri. Apakah..??? Kemudian Ridwan menoleh ke tempat diamana anak pengemis yang wajahnya menyerupai anak  korban penculikan 40 tahun lalu. Namun sekarang anak itu sudah tidak ada.

5 comments:

zen-zen said...

mantap cerpennya, bisa dikomersilkan nih ... terus berkarya !

Bunda_nora said...

assalamualaikum...

Faceblog Evolutions said...

semoga sukses selalu dengan cerpen terbarunya gan

The Other Side said...

Zen - Zen @ hihihi sementara cerpen-nya buat menghibur para pengunjung blog ane dulu gan :D

Bunda @ ‘Waalaikummussalam warahmatullahi wabarakatuh’ Bunda :)

Faceblog Evolutions @ terima kasih gan dan sama - sama :)

Stucco Contractors Baldwin Park said...

Thank you for sharing thiss

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...